image1 image2 image3

WELCOME TO MY PERSONAL BLOG|I LOVE TO DO CREATIVE THINGS|I'M A DREAMER

Day 8 #KKNKarangpucung



Tak terbayang sebelumnya bisa bangun paling awal di posko KKN bu kades, biasanya aku bangun ditengah-tengah., nggak di awal dan di akhir.  Pukul 4.30 WIB ketika semua orang terlelap aku menaiki tangga menuju kamar mandi atas. Pertama kali yang ku igat yaitu jemuran di kamar mandi, bergegas aku mencuci dan membilas semua pakaianku dan ketika selesai langsung mandi. Seger juga ternyata pikirku.

Langit masih gelap ketika salah satu temanku yang biasanya bangun paling pagi, tapi hari ini ia menyambutku dengan senyuman sinis, “ Tumben bangun pagi,” katanya dengan mata yang mash setegah terbuka (baca: sipit). Dengan senyum simpul aku melenggang saja di depan mukanya tanpa menghiraukan ocehannya. Sudah biasa seperti itu dan bukan sesuatu yang asing bagiku. Entah kenapa aku merasa ia selalu sinis setiap kegiatan yang ku lakukan.

Matahari perlahan muncul, sinar emasnya semakin merekah bersamaan dengan senyum penguhni posko KKN.  Semua penghuni posko mulai menampakkan batang hidungnya. Seperti biasanya antrean mandi selalu meributkan posko di pagi hari.

“Aku nomor satu” kata Ayu. Perempuan keturunan China ini selalu bangun pagi dengan mata yang sembab. Habis nangis pikirku. Beberapa hari ini Ayu sedang galau gegara ditinggal jauh mamah dan pacarnya. Selanjutnya yang lain menyusul sampai angka tujuh. Begitu seterusnya setiap pagi maupun sore.

Sinar matahari semakin menyengat, akhirnya aku berpindah dari balkon ke kasur ruang tamu. Sembari tiduran aku melanjutkan tidurku yang kurang. Maklum malam sebelumnya aku kurang tidur, terlalu memikirkan proker KKN mungkin. Bagiku fokus utama adalah berjalannya proker, tapi beberapa kali aku dikritik sama teman-teman agar jaga badan jangan mikirin proker mulu.

Perlahan mataku mulai turun pertanda ngantuk. Belum lama setelah tidur, datang teman-teman cowok kelompok A membangunkanku.

“Ahh, maleesss,” sambil mengucek-ucek mata aku mulai menata badang agar tetap segar.
“Mau jam berapa masang plang mbah?” sms masuk dari Ghanis. Bergegas aku, fajar dan akel meninggalkan posko menuju tempat pemasangan plang penunjuk jalan.

Selesai memasang plang kami melanjutkan memasang nama ilmiah tumbuhan di rumah salah satu warga RW 9. Masih segar semua tanamannya, mungkin gegara lomba jadi sering di siram pikirku. Ahh, mungkin segala sesuatu yang berbau seremonial ketika akan dinilai pasti rajin. Baik siswa, mahasiswamaupun masyarakat hanya rajin kalau mau ada lomba saja. Setelah itu bisa jadi langsung ditelantarkan.

“Bakso yuuh,” kata Fajar.
“Yuh, gepe el,” kataku, perutku dari pagi memang hanya diisi sedikit sarapan saja.  Satu mangkok bakso cukup membuat perutku kenyang, setidaknya sampai siang.

“Mbah, buruan ini ibu PKK sudah nungguin di balai pertemuan,kita disuruh kesan segera,”
‘”Yaelahmau ngapain si sov, kta nggak berkepentingan disana, ngapain kesana”
“Dari tadi sudah ditelponin mbah, buruan anak-anak dipanggil buat kesana”.
“iya sov, siip,”.

Setibanya di posko aku segera ke atas memanggil anak-anak untuk ke balai pertemuan RW 6. Hening tanpa suara.
“ ada orang???”
“ ada orang???

Tiga kali aku memanggil tapi tanpa tanggapan, dengan muka asem Erna membuka pintu kamar.
“ada apa mbah?” kata Erna
“Disuruh ke balai pertemuan, segera! Kita udah di tunggu”
“Lah masih ngantuk”

Kapan kamu nggak ngantuk na? Tanyaku.
“buruan gih siap-siap. Setengah jam lebih aku menunggu di bawah. Tiba-tiba fajar nyeletuk.

“Ngapain sih kita kesana, gaje banget perangkat desanya, kita kan cuman KKN mereka yang ngikut lomba, kenapa kita harus kesana juga”. Ketusnya

Aku hanya bisa menanggapi dengan senyum saja, karena memang aku tidak mengikuti prosesnya dari awal pertemuan. Entahlah aku juga tidak terlalu bersemangat mengikuti kegiatan lomba warga desa. Ini semua dilakukan mungkin hanya demi terjalinnya hubungan baik antara mahasiswa dan perangkat desa. Hanya itu yang aku pikirkan tak lebih tak kurang. Memang benar mahasiswa tidak seharusnya menuruti semua kemauan warga melainkan sebagai motivator, fasilitator, innovator di desa gar desanya bisa berkembang.  Tapi ada satu hal yang mungkin tidak bisa dipungkiri bahwa warga desa belum sepenuhnya memahami fungsi kehadiran mahasiswa KKN tersebut. Perlu ada pendekatan secara kulturan dengan komunikasi yang intensif tidak bisa kita sampaikan di depan secara langsung karena bisa saja muncul spekulasi yang tidak diinginkan sehingga dapat menghambat jalannya proker KKN.

Tak mudah untuk merebut hati warga desa, pengalamanku di desa memang harus melalui pendekatan sangat intens dan bisa dikatakan sering  menimba ilmu kepada warga desa yang sudah berpengalaman. Komunikasinya dua arah dengan menempatkan warga sebagai objek yang berpengalaman dengan kehidupan di desa dan mahasiswa sebagai orang asing yang perlu memposisikan diri dengan baik serta menjaga aturan, norma serta sopan santun di desa. Sembari komunikasi dengan pihak desa sembari disisipkan maksud dan tujuan kehadiran mahasiswa KKN.

Sesampainya di balai, tim penilai sudah berada di tempat dan sedang melakukan penilaian. Kami hanya bisa menyaksikan dari depan balai sembari berharap apa yang sudah kita persiapkan tempo hari bisa menghasilkan sesuatu yang baik.

***

Malamnya aku tertidur lebih cepat. Saat semua temanku sedang sibuk di atas membereskan persiapan untuk pembeuatan celengan aku turun ke bawah ke kamar mendengarkan musik, beberapa menit kemudian aku langsung tertidur. Pukul 9 malem aku kembali bangun dengan muka lesu, segera saja aku naik ke atas dan langsun disuguhkan pemandangan kertas karton berserakan.

Beberapa saat kemudian fajar, akell dan ayu datang dari bawah.
“Kalian dari mana?” tanyaku.
“Dari warung beli hadiah.” Dengan wajah lelah Ayu menyodorkan tiga macam hadiah yang sudah ia beli di warung kelontong. Disebutkannya satu per satu harga masing-masing hadiah untuk masing-masing juara. Ketika sampai juara satu Ayu berhenti sejenak untuk berpikir.

“Kardus bungkus hadiahnya bagaimana?” kata Ayu dengan wajah bingung
“kardus chacha yang kemaren dimana ya?” dengan muka penuh tanya Rova mengatakan hal itu. Serentak teman-temanu menjawab kardusnya sudah ada di tong sampah.

“Yaudah beli lagi sana,” kataku.
“Yahh, males keluar lagi,” kata Ayu.
“sini aku yng beliin, ada uang nggak?” tanyaku. Lama berdebat akhirnya aku berangkat ke warung untuk membeli beberapa perlengkapan dan snack untuk teman-temanku.

***
“Mbah jangan semua karton dibuang, masih dipake buat ngehias kata Ifa” sontak aku kaget dengan suara besar yang memanggilku. Setelah ku cari suara tersebut, ternyata asalnya dari pagar balkon. Lelaki berjambang dengan muka putih memakai kaos hitam dengan celana pendek itu tengah duduk santai.

Sama sekali tak terduga, setahu aku Fajar sudah turun ke bawah. Tapi kenapa muncul lagi di atas. Yaudah segera saja kartonnya aku kembaliin karton yang akan ku buang.

Selesai mengembalikan karton ke dalam ruangan aku langsung turun untuk melanjutkan tidur.

“Jar, tadi kamu ke atas lagi ya?” tanyaku penuh harap sesampainya di kamar.
“Enggak mbah, dari tadi aku disini sama Akell”.
“Jadi, barusan yang ngajak ngobrol aku di atas siapa jar?”
“Nggak tahu mbah, gila kamu ya ngobrol sendiri”
“Sumpah demi apapun, aku lihat kamu duduk di pagar balkon”. Seluruh badan mendadak merinding. Ingatanku kembali berputar tentang cerita tempo hari.

Sehari sebelumnya aku mendengar Erna ketakutan di kamarnya karena jendela kamar membuka sendiri. Tak ada angin, tak ada orang lewat, bahkan semaleman ia tak bisa tidur gegara kejadian itu.

“Mbah kemaren malem aku dengar suara orang tertawa sendiri di kamar lho.” Kata Putri
“Yang bener put, jangan nakut-nakutin lah.”
“Iya mbah.”

Aku mulai berpikir, melihat keadaan keluarga bu kades. Dia hanya mempunyai tiga anak. Anak kedua bu kades tinggal di Bogor dan anak bungsunya sedang menempuh kuliah di salahsatu universitas di ibukota.

Rumah ini sudah lama ditinggal sama penghuninya terutama lantai atas pikirku. Mungkin hanya beberapa hari saja rumah ini ramai, selanjutnya sepi. Hanya ada ibu, bapak, mas dan ratu yang menempati ruang bawah. Ruang atas terbiasa kosong. Ah sudahlah kejadian ini membuatku semakin yakin kalau ada makhluk lain yang tak berwujud di sekitar kita.


Sekian duluuu.

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar