Menjadi mahasiswa bagi sebagian
anak SMA dipandang sebagai suatu keharusan, dan menurut pandangan masyarakat
anak kuliahan sering dianggap keren. Karena hanya segelintir orang saja yang
dapat menikmati indahnya masa kuliah. Kalau kata orang desa, hanya orang yang
berduit dan pintar saja yang bisa menikmatinya. Ekspektasi masyarakat kepada
mahasiswa sangat tinggi. Mereka mengira setelah lulus dari Perguruan Tinggi mahasiswa
bakalan menjadi seorang ahli dibidangnya. Oh, tentu itu arahan sebenarnya. Tapi realita
tak pernah benar-benar sesuai dengan teori.
Saya akan mencoba sedikit
menggambarkan kondisi di ruang perkuliahan. Ruangan ini tak ubahnya kotak besar
yang mengkungkung mahasiswa untuk menelan segala celotehan dan materi yang
dipaparkan dosen. Apapun yang disampaikan dosen bak firman Tuhan yang selalu
benar. Jarang sekali mahasiswa dapat menyanggah pemaparan materi dosen.
Beragam sekali motif mahasiswa untuk
berangkat kuliah. Rata-rata mengatakan ingin belajar. Entah apapun yang didapat
di ruang kuliah harapannya dapat berguna. Ada juga yang datang hanya formalitas
mengisi absensi saja. Ketika dosen sedang menjelaskan materi, lebih banyak
mahasiswa asyik dengan dunianya sendiri. Ada yang santai tidur karena kebanyakan
kegiatan dan laporan mungkin. Ada yang asyik mengutak-atik gadgetnya. Ada yang
kelihatan diam memperhatikan tapi selesai kuliah ditanya apa yang disampaikan
dosen hanya bisa mengangkat bahu tanda tak tahu. Ada juga yang asyik
mendiskusikan kegiatan sehari-hari mulai dari film korea (khusus area cewek). Well,
itu semua pasti banyak yang merasakan termasuk saya pribadi.
Dugaan saya ini semua terjadi
karena dosen yang menyampaikan materi tidak mengasyikkan, bersifat searah dalam
memaparkan materi. Tidak semua dosen asyik diajak berdiskusi lho, sekalipun dosen
itu dapat menjawab pertanyaan yang diajukan mahasiswa, itu tidaklah cukup,
dosen juga harus berperan dalam stimulan sikap kritis mahasiswa. Tentu saya
harus mengakui seorang dosen pastilah orang yang ahli dibidangnya. Bukan sembarang
orang bisa menjadi dosen.
Saya pernah mendengar dari
seorang senior di kampus mengatakan dosen itu tugasnya mudah, hanya
menyampaikan materi tok, paham atau tidak paham itu urusan mahasiswa. Saya mencoba
flashback ke masa lalu saat jaman SD. Guru saya dengan sangat tekun mengajari
siswanya hingga semuanya paham. Tapi ini kenangan masa SD tidak dapat terulang
lagi. Bukankah dosen lebih hebat dari seorang guru SD pikirku. Mungkin dosen
mengatakan jadi mahasiswa ya harus mandiri, belajar sendiri, tidak perlu
repot-repot dosen menjelaskan semua materi. Kalau begitu saya bertanya siapakah
yang lebih hebat, dosen atau guru SD?
Hakikat belajar kepada seorang
guru adalah mentransfer ilmu, manakala ilmu yang dimiliki tersampaikan dengan
baik maka tugas seorang guru selesai sudah. Ketika proses transfer ilmu itu
gagal maka dengan segala kerendahan hati saya meyampaikan tugas Anda sebagai
seorang pengajar belum paripurna.
Di Pojok Bangku Ruang B.2.05a
Purwokerto
guru SD bicara pedagogi, dosen menjalani peran andragogi, bahwa ada perbedaan karakteristik dalam mendidik anak kecil dan orang dewasa. Meski sebenarnya dosen mengharuskan adanya komunikasi dua arah, justru yang menjadi kebosanan mahasiswa saat ini adalah peran dosen (mayoritas, tidak mengeneralisir) yang justru lebih condong pedagogi, sepertinya mahasiswa masih dianggapnya kecil, belum tau apa-apa.
BalasHapusokee, makasih buat komennya mas Adit.
BalasHapusYang saya tekankan disini yaitu sejauh mana peran dosen benar2 mengetahui bahwa mahasiswanya memehami suatu materi, masalah cara mendidik dan penyampaian materi saya kira dosen harus lebih kreatif dan inovatif. Udah zaman digital. hehehe