Pagi ini aku
kembali teringat dengan hadiah yang kamu berikan kepadaku. Hadiah yang dulu
mampu menerangi sudut gelap hati ini. Hadiah terindah ketika aku mulai memasuki
usia 20. Hadiah itu ku letakkan di meja belajarku.
Dengan harapan aku dapat mengingatmu sepanjang waktu. Sejenak ku hembuskan
nafasku melewati rongga hidung dan mulut secara bersamaan, terdengar suara
“huuh” tanda aku lelah dengan semua ini. Dengan semua kenangan yang pernah kau
goreskan. Aku lelah untuk berusaha melupakan.
Ku ambil hadiah
yang kamu berikan, tanpa terasa air mataku berlinang membasahi pipi. Aku tak
tahu kenapa kamu dengan mudah pergi meninggalkanku, kamu tega membuatku
menangis setiap pagi. Entah kenapa bayangmu selalu hadir setiap aku bangun
pagi. Dulu setiap pagi kamu menyapaku lewat sms.
“Good morning
sayang, semangat ya buat hari ini, do the best! :*” sapaanmu seketika membangkitkan semangatku, memompa kembali
kekuatanku.
“Iya sayang, kamu juga ya :*” dengan segera aku membalas, meskipun
mataku belum sempurna membuka.
Tapi, kini semua
hilang, kamu hilang ditelan bumi. Apakah kamu sudah lupa dengan janji-janjimu?
Pertanyaan itu selalu menghantuiku sepanjang waktu. Janji yang selalu ku ikat
dalam hati. Aku tak pernah mencoba berpaling kepada pria manapun. Aku setia
menunggumu, tapi kamu tak pernah hadir lagi. Kamu hilang tanpa sempat
menghubungiku. Aku mencari ke rumahmu ke semua teman-temanmu, tapi hasilnya
nihil. Tak ada yang tahu kemana pergimu.
Entah sampai kapan
aku bisa bertahan seperti ini. Ibu kostku bahkan prihatin setiap kali aku
bangun tidur.
“Nangis lagi sa? Wes lah pacarmu itu mungkin sudah pergi,
mbok cari pacar lain, banyak yang
ngantri tuh” ucapnya ketika aku baru membuka pintu kamarku. Dengan mata sembab
aku menjawab lirih, “Aku akan tetap menunggu dia, sekalipun aku harus menangis setiap
pagi.”
“Itu makannya sudah ibu siapkan. Makan yang banyak
ya.” Berat
badanku memang turun drastis semenjak Andi pergi, aku tidak lagi nafsu makan. Aku lebih
suka menyendiri di kamar menunggu kamu menyapa dari balik jendela kamarku.
***
“Hai cantik,
pagi-pagi kok matanya merah si” Tora meledekku ketika aku baru memasuki pintu
gerbang kampusku. Kampus yang menjadi saksi kesetiaan cintaku padamu. Aku sudah
kebal dengan ledekan seperti itu, hampir semua temanku tahu penyebab mataku
sembab setiap
kali berangkat
kuliah. Mereka pernah menyarankanku untuk mencari pria lain agar hidupku
kembali ceria. Tidak semudah itu bisa berpindah ke lain hati.
“Kemanapun aku
pergi aku akan kembali kepadamu, inget itu sa!” Kata-kata itulah yang membuatku
yakin kalau Andi suatu saat akan kembali. Pria bertubuh tinggi itu membuatku
tidak berani beranjak kepada pria lain. Sejak kepergian Andi aku beberapa kali didekati oleh
pria, tapi semua aku tolak. Aku masih setia sampai kapanpun. Tak ada pria yang
mampu menandingi Andi, hanya dia yang tahu bagaimana cara menyayangiku.
Dia lah yang
menemaniku semanjak aku membuka mata sampai aku terlelap. Dia lah yang
menyapaku setiap pagi. Dia lah
pundakku, dia selalu bisa membuat hidupku ceria, semua masalah kita hadapi
bersama.
“Bagaimana bisa aku
melupakanmu ndi, semua kenangan indah bersamamu masih aku simpan rapi dalam
memori otakku” gumamku ketika dosen sedang menyampaikan materi kuliahnya.
Kamu pernah memberiku
bahagia tapi sekarang justru derita yang aku rasakan. Aku ingin bahagia seperti dulu, saat kamu selalu di sisiku. Kamu tahu betapa sakitnya menahan
rasa rindu ini. Perih sekali, setiap saat aku memikirkanmu tapi aku tak tahu keadaanmu. Aku mulai berhenti berharap, aku pasrah dengan semua ini. Satu hal yang teringat dan akan
selalu ku ikat dalam hati kemanapun perginya Andi, dia tak akan pergi meninggalkanku.
Aku percaya itu.
0 komentar:
Posting Komentar