image1 image2 image3

WELCOME TO MY PERSONAL BLOG|I LOVE TO DO CREATIVE THINGS|I'M A DREAMER

Pengamen Jalanan


“Mas, sini dulu dengerin kami main musik.” Teriakan pengamen jalanan itu menyadarkanku dari lamunan.

Sedari tadi aku berjalan tak fokus. Otakku sedang ada pertunjukan orchestra, semua campur aduk menjadi satu. Tanpa kompromi bersatu padu membentuk nada indah bernama masalah. Masalah yang sampai saat ini tak kunjung reda. Mulai dari kehidupan pribadi, kehidupan sekolah, keluarga, sahabat, sampai pada hal sepele masalah cucian yang tak kunjung ku sentuh semuanya mengalun. Iya, cucian itu sepele tapi kalau tidak segera dikerjakan pasti akan menumpuk.

Kata pepatah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Analogi yang sempurna untuk menggambarkan kehidupanku. Seringkali aku menunda hal-hal sepele yang seharusnya bisa dilakukan dalam waktu cepat. Tapi justru aku menunda, jadinya ya seperti ini. Saat semua sedikit itu berkumpul, jadilah bukit.

Jalanan ramai, lalu lalang kendaraan orang pulang kerja tak membuatku resah. Aku menikmati musik itu dengan tenang. Berdiri di emperan trotoar, pengamen itu mulai memainkan alat musiknya. Kentongan, kecrikan, jimbe dan cembung. Istilah cembung mungkin sulit dipahami oleh sebagian orang. Di desaku tong besar yang berwarna biru sering disebut cembung. Biasanya anak-anak desa memainkannya saat bulan puasa untuk membangunkan warga sahur. Paduan musik itu semakin menerbangkanku, sejenak aku kabur dari hingar binger orchestra di otakku. Mendadak volume orchestra menurun sampai titik nol dan tak terdengar lagi. Semua itu digantikan oleh pengamen jalanan yang dengan apik menyelaraskan suara alat musiknya. 

Tak semua orang menyukai musik, dalam bermusik pun selera orang berbeda-beda. Perbedaan itu indah. Perbedaan buakn untuk diributkan, perbedaan seharusnya menjadi khazanah kehidupan. Bayangkan saja jika semua orang cantik, tidak ada yang jelek maka industry salon, kosmetik dan industri yang berbau dengan merias wajah pasti tak akan laku. Bangkrut semua,padahal itu menjadi lahan basah kehidupan sekian juta manusia. Aku tidak sedang membicarakan cantik dari segi inner, cantik yang dimaksud adalah sesuatu yang enak dilihat, setidaknya dari kaca mata seorang pria sepertiku. Ah, jangan bahas kecantikan nanti aku bisa galau gara-gara masalah kecantikan, tak PD jika harus bertatap muka dengan wanita cantik. Alamak, bagaimana pula jika di dunia ini semua orang cantik, aku pasti tak sanggup menatap matanya. Untuk sekedar melihat bola hitamnya saja tak berani apalagi harus bertatap muka, berpandangan langsung dan berbicara. Aku tak bisa membayangkannya.

Masih dengan pengamen jalanan, aku melangkahkan kaki sejenak mendekat memberikan beberapa rupiah ke kotak yang sudah tersedia di depan pengamen tersebut. Iya, meskipun uangku tinggal sedikit tapi masalah berbagi kepada sesame aku tak akan pernh absen. Memberi itu bukan sekedar jumlah saja, memberi itu menyangkut keikhlasan. Orang akan lebih senang jika pemberian apapun dalam jumlah sedikit tapi dilandasi oleh keikhlasan. Lain halnya jika memberi dalam jumlah banyak tapi ada maunya, kita akan terkekang oleh keinginan mendapatkan balasan.

“Jangan ada udang dibalik batu ya mas?” aku menoleh ke belakang, ternyata suara itu berasal dari seorang anak kecil. Seumuran anak SD mungkin, karena dari mukanya masih sangat polos dan tanpa tedeng aling-aling menyampaikannya. Lantang dan jelas serta menusuk menuju relung hati terdalam. Menembus segenap nafsu kesombongan dan keserakahan akan kepentingan. Seperti caleg saja pikirku.

 “Aku tidak sedang mencari jabatan untuk memberikan uang ini dek, apalagi hanya numpang ketenaran di depan publik.” Jawabku.

Musik itu berhenti, butir-butir keringat membasahi baju pengamen tersebut. Sebuah perjuangan hanya untuk mencari sesuap nasi, hanya untuk membuat istri dan anaknya tersenyum. Itulah pengamen jalanan terkadang sering di hiraukan, di caci maki dan di acuhkan. Mereka lah pejuang keras, mereka mandiri, mencari uang halal tanpa korupsi. Hasilnya memang tak seberapa tapi itu sudah membuatnya puas. Pengunjung yang dari tadi mengerumuninya perlahan memudar,mencari jalannya sendiri,kembali sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku pun akhirnya ikut melebur, memindahkan badan menuju surga duniaku.

Selamat malam pengamen jalanan!

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar