Liburan telah tiba, horee. Pikirku saat itu
Semua berubah ketika menghadapi
kenyataan bahwa didepan rumah sudah tergenang air. Sepatuku basah kuyup
menerjang genangan air. Hawa dingin mulai menghinggapi tubuh setelah hampir 4,5
jam berkutat didalam bus. Panasnya bus sudah lenyap digantikan dengan dinginnya
air. Ya, aku baru saja pulang dari Purwokerto, kota perantauanku.
“Kok udane rak mandeg-mandeg si mbak (Kok hujannya nggak berhenti si
mbak),” tanyaku pada kakak.
“Wes ket wingi udane ngene le (Sudah dari kemarin hujan kayak gini),”
jawabnya.
“Oalah, lha aku arep metu angel ra ow, jane nek ngene mending aku ning
Purwokerto sek ( Aku mau keluar susah ya, kalo tahu gini mending aku di
Purwokerto dulu),” aku menanggapi sembari menyeruput tek hangat.
Harapanku buat menghadiri majelis
pupus sudah. Hujan yang aku harapkan reda malah semakin menjadi, kalau dari
segi intensitas memang tak terlalu deras. Tapi hujan seperti ini pasti bakalan
awet. Aku tak mau jadi orang konyol dengan berhujan-hujanan menuju Kota.
Otakku mencoba mengingat sekitar
dua minggu yang lalu, saat aku rehat sejenak sebelum bertempur di medan perang
ujian. Waktu itu iseng jalan-jalan ke sekitar sungai di daerah kota, yang
terlihat hanya tumpukan-tumpukan sampah dan eceng gondok yang tak berujung. Batinku
berkata bagaimana kalau hujan deras menerjang, apa tidak banjir tuh?
Dan benar saja, sejak aku pulang
hingga hari ini, langit Pekalongan tak pernah berhenti membayangi daratan
dengan awan tebalnya. Seringkali air jatuh menendakan hujan, beberapa waktu
kemudian hujan reda. Namun, selang berapa menit air turun lagi. Begitu terus
selama tiga hari tiga malam. Sosmed ramai dengan kicauan-kicauan “Kapan ujannya
berhenti”. Ada juga yang berkelakar “Doanya jones terkabul nih”.
Memang tahun ini berbeda daripada
tahun-tahun sebelumnya. Aku tak pernah menjumpai Pekalongan banjir sebesar ini.
Dimana-mana hanya terdapat genangan air. Di kota maupun di kabupaten hampir
merata tergenang air. Tirto menjadi daerah terparah terkena dampak banjir. Bahkan
ada beberapa daerah air mencapai ketinggian 90cm.
Dalam suasana duka seperti ini
ada saja orang yang jail mengabarkan informasi ngawur. Beredar kabar pintu air di Talun dan Kletak jebol dan air
akan mencapai daerah kota empat jam kemudian. Kabar ini membuat masyarakat
was-was, broadcast sms tersebut
langsung menyebar ke seluruh warga. Warga panik dan ketakutan bukan main. Dua jam
lebih kabar burng itu beredar d kalangan masyarakat, sebelum SAR mengkonfirmasi
kabar itu tidak benar.
Buruknya drainase dan budaya
masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan dituding sebagai penyebab
banjir besar. Kondisi tersebut diperparah dengan curah hujan yang tinggi
terhitung sejak hari kamis sampai hari minggu pagi. Bukan hany Jakarta yang
dikepung banjir, di Pekalongan pun sama. Kalau sudah seperti ini siapa yang
harus disalahkan. Aku bergumam dalam hati. Mungkin alam sedang memberi
pengajaran kepada warga pekalongan agar mulai memikirkan dan merawatnya. Bagaimanapun
perilaku manusia andil besar dalam bencana ini.
Ya Rabb, tabahkanlah
saudara-saudara kami yang terendam banjir. Berikanlah kesehatan kepada mereka. Selamatkanlah
harta benda mereka. Jauhkan mereka dari bencana. Akhirnya, kita hanya bisa mengambil
hikmah dari bencana ini. Jangan semena-mena memperlakukan alam. Mari mulai
peduli dengan alam, setidaknya dengan dimulai membuang sampah pada tempatnya
(bukan kali). Banjir ini pasti berlalu kawan.
0 komentar:
Posting Komentar