Empat belas januari 2014. Sore hari kami baru tiba di Telaga
Cebong, telaga yang menjadi awal pendakian ke puncak desa tertinggi di Jawa. Setibanya
disana rombongan kami langsung disambut oleh badai, angin kencang dan hujan
lebat menerjang tubuh kami. Seorang penjaga warung mengingatkan agar tidak
mendirikan tenda di puncak, lebih baik di sekitar telaga saja, karena diatas cuacanya
ekstrim. Sebelumnya kami juga sudah diingatkan Maman agar tidak ngecamp di puncak, suhu diatas terlalu
ekstrim.
Sesaat kami mengalami kepanikan. Apakah akan mendirikan
tenda atau menetap di homestay. Setelah
berembug akhirnya kami sepakat untuk tetap mendirikan tenda. Saat itu juga kami
langsung mencari tempat yang agak nyaman untuk mendirikan tenda. Kami menelusuri
pinggiran telaga, sampai diujung ternyata tak kami temukan tempat yang tepat. Akhirnya
kami mengikuti saran dari penjaga warung agar mendirikan tenda disekitar pohon
dekat perahu. Saya sendiri agak ragu apakah hendak mendirikan tenda sekarang atau
nanti menunggu badai agak reda. Saya, Rangga dan Rizki memutuskan untuk
beristirat di warung. namun Bekti tiba-tiba memanggil Rangga agar segera menuju
ke pinggir telaga untuk mendirikan tenda.
“Mas nanti sajalah, nunggu hujannya agak reda, dingin banget
ini,” kataku.
“Nggak ah,aku nggak enak sama mereka” jawab Rangga.
Setelah itu Rangga bablas menerjang derasnya air hujan dan
menghampiri kawan-kawan di pinggir telaga. Saya dan Rizki masih tetap di
warung, agak bingung memutuskan untuk tetap di warung atau membantu
kawan-kawan.
“Gimana nih mas, mau kesana (pinggir telaga) atau disini
saja” kataku dengan badan menggigil.
“Gimana ya, nggak enak juga sih, tapi dingin banget,
anginnya kenceng lagi” jawabnya
Di satu sisi badai masih menerjang hebat disisi lain kami
tidak enak karena yang lai bekerja kami hanya menunggu saja, seperti mandor. Badan
ini sudah nggak kuat rasanya buat menahan rasa dingin. Jas hujan plastik yang
mulai robek, baju dan tas basah semakin membuat nyaliku ciut untuk melangkahkan
kaki. Sejak dari rumah mb DJ saya memutuskan hanya mengenakan celana pendek dan
kaus oblong. Pakaian itu sengaja saya gunakan agar sesampainya disana (Sikunir)
pakaianku masih kering. Dan benar saja pakaianku masih kering tetapi kondisi
badan sudah lemah.
Dengan kondisi yang karut marut itu batinku bergejolak. Antar
iya dan tidak untuk menerjang badai. Ketimbang memikirkan diri sendiri lebih
baik membantu oranglain. Pikirku saat itu, tanpa banyak tanya, akhirnya kami
berdua memutuskan untuk bergabung. Akan jauh lebih baik jika kita bekerja
bersama, kebersamaan membuat semangat kerja. Kebersamaan juga membawa kesan
berharga bahwa bersama kita bisa mengalahkan badai. Bisa jadi lagu “Badai Pasti
Berlalu” ciptaan almarhum Chrisye tepat menggambarkaan kondisi saat itu.
Sesampainya di pinggir tenda kami langsung sigap membantu
mereka. Beberapa menit kemudian semua tenda sudah berdiri dengan kokohnya. Selanjutnya
kami bisa beristirahat sembari menunggu makan dan minum penghangat badan. Ah,
alangkah bahagianya bisa mendirikan tenda walaupun kondisi yang bisa dibilang
hampir tidak memungkinkan. Tapi dengan semangat kebersamaan semua bisa
terlewati. Dibalik badai pasti ada kebahagiaan, kebahagiaan saat itu adalah
bisa mendirikan tenda ditengah kondisi badai.
Dari kejadian itu saya menemukan kebahagiaan. Saya menyadari
bahwa hidup di alam semesta ini tidak sendirian. Saya juga menyadari bahwa alam
telah mengajarkan saya untuk mengahadapi cobaan hidup. Masih banyak teman yang
siap membantu walaupun dalam keadaan susah. Seringkali saya menemukan pelajaran berharga
dari setiap jengkal kehidupan yang telah terlewati. Yang dibutuhkan hanya keteguhan
hati dan positif thingking dalam memaknai setiap kejadian. Hidup tidak akan
berarti jika kita tidak melakukan hal-hal berguna dan tidak berani berkorban. Seburuk
apapun keadaan jika kita tidak berani melangkah untuk menerjang maka disitu
pula kita berada, tak akan pernah ada peningkatan yang berarti (Stagnan). Dibalik
badai pasti ada kebahagiaan.
Terimakasih kawan-kawan Agrica, kalian keren banget.
Salam dari
Telaga Cebong, Desa Sikunir, Dieng, Jawa tengah.
out of the box nih arah ceritanya
BalasHapusbagusss...
BalasHapustetap menulis ya rif..
kamu harus banyak baca juga, biar kamu gampang menemukan "tulisanku adalah syarif"
salut sama syarif yang mencoba mengajak kawan2 yg tidak bisa ikut untuk tau sedikit banyak perjalanan di Sikunir.
BalasHapuskurang banyak nih tapinya.. :D.
lamanya perjalanan, kesan di puncak.. hehe
adit : mencoba dari sudut pandang yang berbeda
BalasHapuslpps: pasti, terus belajar dan semngat belajar
bekti: iya mas, emang sengaja aku pilih bagian awalnya doang. yang di menuju puncak lagi proses menulis