image1 image2 image3

WELCOME TO MY PERSONAL BLOG|I LOVE TO DO CREATIVE THINGS|I'M A DREAMER

Memudarnya Karakter Pelajar Indonesia



Hijau sayuran, putih susu
dimana kejujuran, Aku rindu.
Waktu itu Saya masih duduk dibangku MTs atau sekolah setara SMP. Tepatnya di MTs 45 Wiradesa, sebuah sekolah yang berada di daerah pedesaan Kabupaten Pekalongan. Kisah nyata yang saya alami sendiri. Ketika itu sedang dilangsungkan Ujian Tengah Semester Gasal tahun 2008. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mata pelajaran wajib bagi seluruh pelajar Indonesia. Salah satu teman saya yang duduk di kelas VIII dengan gagah berani membawa buku catatan ke dalam kelas dan dimasukkan di dalam laci meja kelas. Ia dengan santainya membuka buku yang berisi catatan pelajaran dan bisa dipastikan didalamnya terdapat jawaban soal yang sedang diujikan. Tentu membukanya dengan hati – hati agar tidak ketahuan pengawas. Padahal sudah jelas aturannya siswa tidak boleh membawa catatan dalam bentuk apapun selama ujian berlangsung. Melihat kejadian tersebut ada salah satu perempuan berteriak ” Bu, dia membawa buku catatan ke kelas” tegas dia, sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah teman saya yang sedang asyik melihat catatannya. Brak, kaget bukan main, semua mata di kelas itu tertuju pada gadis remaja itu yang tak lain siswi kelas VII. Saat itu tempat duduk ujian diacak antara kelas VII dan VIII. Seketika pengawas bertindak cepat dengan mengeluarkan siswa yang ketahuan mencontek tadi. Setelah kejadian itu perempuan polos tersebut justru diolok-olok oleh kelas VIII karena dianggap terlalu polos dan jujur dalam bertindak. Miris ketika kejujuran sudah hilang dalam kamus pelajar.
Berkaca pada kasus tersebut ada problematika pendidikan  yang salah, khususnya pendidikan karakter dan moral yang mulai ditinggalkan pelajar. Hal ini menjadi sinyal memudarnya karakter dan moral pelajar Indonesia. Sehingga wajar saja jika marak kasus bocornya soal ujian nasional dan aksi contek – mencontek selama proses ujian nasional. Ya, bukan rahasia umum lagi ujian nasional sekarang sudah cacat dalam pelaksanaannya. Indonesia sempat digemparkan dengan salah satu pengakuan siswa dan orang tua siswa yang memiliki karakter yang lebih baik dibanding yang lain. Tetapi apa? Kelebihannya ini memberikan tekanan yang begitu hebat bagi dirinya dan keluarganya. Karakter jujur yang mereka tonjolkan malah menjadikan orang lain membenci dirinya bahkan menghinanya. Dewasa ini, sebagian besar siswa dan sekolah berlomba - lomba untuk memperoleh peringkat dalam ujian nasional. Sekarang yang dikejar adalah quantity oriented  bukan quality oriented. Artinya segalanya hanya berorientasi pada nilai, seringkali cara – cara yang digunakan pun tidak fair, salah satunya mencontek. Idealisme hancur lebur demi nilai. Krisis karakter dan moral tambah merajalela. Kita rindu pelajar yang jujur, kita rindu para sarjana, pejabat yang jujur yang mampu mengemban amanah rakyat.
Mengapa hal ini bisa terjadi? karena siswa tidak diajarkan karakter pelajar Indonesia yang sesungguhnya. Sehubungan dengan kasus diatas, penulis mencoba memberi beberapa asumsi terkait problematika pendidikan di Indonesia khusunya pendidikan karakter dan moral pelajar di Indonesia. Pertama, pengajar hanya mengajarkan teori belaka kepada peserta didik tanpa memberikan bimbingan untuk menjadi manusia yang berguna. Kedua, peserta didik hanya dijejali teori – teori yang susah dipahami maknanya.
Pertanyaannya karakter seperti apa yang harus dimiliki pelajar Indonesia?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut tidak memerlukan jawaban yang susah. Kita tentu masih ingat ketika upacara bendera di sekolah, kita mengumandangkan Teks Pancasila bersama-sama. Nah, karakter seperti itulah yang harus dimiliki pelajar Indonesia. Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif.
Pendidikan karakter bersumber dari beberapa hal. Menurut Sartono[1], pendidikan karakter bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,  semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Didalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cerdas, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang baik serta bertanggung jawab [2].
Untuk mengatasi problematika tersebut penulis mempunyai solusi sebagai berikut :
Tanamkan karakter dan moral sejak usia dini
Secara umum karakter yang diharapkan oleh orangtua dan pengajar dimanapun adalah nasionalisme, kejujuran, kemandirian, tanggungjawab, empati, saling menghargai. Karakter ini yang nantinya akan berguna bagi anak ketika kelak sudah dewasa. Untuk menanamkan karakter ini butuh proses yang sangat panjang yang harus dilakukan sejak usia dini mulai dari balita, playgroup dan TK, karena anak usia dini lebih cepat menangkap informasi dibandingkan dengan anak yang sudah dewasa. Cara yang bisa ditempuh adalah dengan memberi contoh langsung kepada anak dan mempraktekannya. Seperti melatih anak untuk berkata jujur, apabila anak dapat melakukannya dengan benar maka orang tua memberikan imbalan tertentu agar anak termotivasi untuk berbuat lebih baik. Sehingga diharapkan karakter ini menjadi bekal hidup untuk proses adaptasi terhadap lingkungan masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Borba[3], bahwa anak akan dapat memiliki karakter yang baik jika anak diajari dan dibimbing sejak masih balita. Hal ini berarti bahwa pembentukan karakter merupakan proses  panjang dan lama yang terus berlanjut hingga masa dewasa. Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan perilaku mana yang tidak baik, yang tidak boleh dikerjakan[4].
Perbaiki kualitas pengajar
Pengajar adalah elemen penting dalam suatu pendidikan, pengajar bertugas tidak hanya memberikan materi pelajaran kepada siswa. Lebih dari itu pengajar juga bertanggung jawab untuk membimbing siswa agar menjadi manusia yang mempunyai karakter Pancasila yaitu jujur, mandiri, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,  semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Kualitas guru yang profesional akan berpengaruh terhadap proses kegiatan belajar mengajar di suatu sekolah. Proses pembentukan karakter yang paling efektif selain di lingkungan keluarga adalah di lingkungan sekolah.
Dukungan pemerintah
Dukungan pemerintah dapat berupa infrastruktur yang memadai. Dari dulu sampai sekarang masalah infrastruktur bagaikan hantu pendidikan Indonesia karena banyak sekolah yang belum menerima bantuan untuk perbaikan akibatnya proses belajar mengajar terganggu. Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%).












Daftar Pustaka
Kemdiknas. (2010). Desain Induk pendidikan Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Rose Mini, A.P. (2010). Perkembangan moral sebagai dasar pendidikan karakter anak. Makalah Konfrensi Nasional & Workshop Assosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia, Oktober, 2010.
Sartono. (2011). Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Makalah Disertasi , 6.
Semiawan, C.R. (2010). Peran pendidikan dalam pembangunan karakter bangsa. Makalah Konfrensi Nasional & Workshop Assosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia, Oktober, 2010.




[1]  Sartono. 2011. Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Makalah Disertasi, 6.
[2] www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/UU20-2003-Sisdiknas.pdf   diakses pada 25 mei 2013 pukul 10.50
[3] Rose Mini, A.P. 2010. Perkembangan moral sebagai dasar pendidikan karakter anak. Makalah Konferensi Nasional &  Workshop Assosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia, Oktober, 2010.
[4] Semiawan, C.R. 2010. Peran Pendidikan dalam Pembangunan Karakter Bangsa. Makalah Konferensi Nasional & Workshop Assosiasi Pasikologi Pendidikan Indonesia, oktober, 2010.

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar