dimana
kejujuran, Aku rindu.
Waktu itu Saya masih duduk dibangku MTs
atau sekolah setara SMP. Tepatnya di MTs 45 Wiradesa, sebuah sekolah yang
berada di daerah pedesaan Kabupaten Pekalongan. Kisah nyata yang saya alami
sendiri. Ketika itu sedang dilangsungkan Ujian Tengah Semester Gasal tahun
2008. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mata
pelajaran wajib bagi seluruh pelajar Indonesia. Salah satu teman saya yang
duduk di kelas VIII dengan gagah berani membawa buku catatan ke dalam kelas dan
dimasukkan di dalam laci meja kelas. Ia dengan santainya membuka buku yang
berisi catatan pelajaran dan bisa dipastikan didalamnya terdapat jawaban soal
yang sedang diujikan. Tentu membukanya dengan hati – hati agar tidak ketahuan
pengawas. Padahal sudah jelas aturannya siswa tidak boleh membawa catatan dalam
bentuk apapun selama ujian berlangsung. Melihat kejadian tersebut ada salah
satu perempuan berteriak ” Bu, dia membawa buku catatan ke kelas” tegas dia,
sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah teman saya yang sedang asyik melihat
catatannya. Brak, kaget bukan main,
semua mata di kelas itu tertuju pada gadis remaja itu yang tak lain siswi kelas
VII. Saat itu tempat duduk ujian diacak antara kelas VII dan VIII. Seketika pengawas
bertindak cepat dengan mengeluarkan siswa yang ketahuan mencontek tadi. Setelah
kejadian itu perempuan polos tersebut justru diolok-olok oleh kelas VIII karena
dianggap terlalu polos dan jujur dalam bertindak. Miris ketika kejujuran sudah
hilang dalam kamus pelajar.
Berkaca pada kasus tersebut ada
problematika pendidikan yang salah, khususnya
pendidikan karakter dan moral yang mulai ditinggalkan pelajar. Hal ini
menjadi sinyal memudarnya karakter dan moral pelajar Indonesia.
Sehingga wajar saja jika marak kasus bocornya soal ujian nasional dan aksi
contek – mencontek selama proses ujian nasional. Ya, bukan rahasia umum lagi
ujian nasional sekarang sudah cacat dalam pelaksanaannya. Indonesia sempat digemparkan dengan salah satu pengakuan siswa
dan orang tua siswa yang
memiliki karakter yang lebih baik dibanding yang lain. Tetapi apa? Kelebihannya
ini memberikan tekanan yang begitu hebat bagi dirinya dan keluarganya. Karakter
jujur yang mereka tonjolkan malah menjadikan orang lain membenci dirinya bahkan
menghinanya. Dewasa ini, sebagian besar siswa dan sekolah berlomba - lomba
untuk memperoleh peringkat dalam ujian nasional. Sekarang yang dikejar adalah quantity oriented bukan quality
oriented. Artinya segalanya hanya berorientasi pada nilai, seringkali cara
– cara yang digunakan pun tidak fair,
salah satunya mencontek. Idealisme hancur lebur demi nilai. Krisis
karakter dan moral tambah merajalela. Kita rindu pelajar yang jujur, kita rindu
para sarjana, pejabat yang jujur yang mampu mengemban amanah rakyat.
Mengapa hal ini bisa terjadi? karena siswa tidak
diajarkan karakter pelajar Indonesia yang sesungguhnya. Sehubungan
dengan kasus diatas, penulis mencoba memberi beberapa asumsi terkait problematika
pendidikan di Indonesia khusunya pendidikan karakter dan moral pelajar di
Indonesia. Pertama, pengajar hanya mengajarkan teori belaka kepada peserta
didik tanpa memberikan bimbingan untuk menjadi manusia yang berguna. Kedua, peserta
didik hanya dijejali teori – teori yang susah dipahami maknanya.
Pertanyaannya karakter seperti apa yang harus
dimiliki pelajar Indonesia?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut tidak
memerlukan jawaban yang susah. Kita tentu masih ingat ketika upacara bendera di
sekolah, kita mengumandangkan Teks Pancasila bersama-sama. Nah, karakter seperti itulah yang harus dimiliki pelajar Indonesia. Karakter
yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus
dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif.
Pendidikan karakter bersumber dari
beberapa hal. Menurut Sartono[1], pendidikan
karakter bersumber dari Agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Didalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menyebutkan, pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia,
sehat, berilmu, cerdas, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang baik serta
bertanggung jawab [2].
Untuk
mengatasi problematika tersebut penulis mempunyai solusi sebagai berikut :
Tanamkan karakter dan moral sejak
usia dini
Secara
umum karakter yang diharapkan oleh orangtua dan pengajar dimanapun adalah
nasionalisme, kejujuran, kemandirian, tanggungjawab, empati, saling menghargai.
Karakter ini yang nantinya akan berguna bagi anak ketika kelak sudah dewasa.
Untuk menanamkan karakter ini butuh proses yang sangat panjang yang harus
dilakukan sejak usia dini mulai dari balita, playgroup dan TK, karena
anak usia dini lebih cepat menangkap informasi dibandingkan dengan anak yang
sudah dewasa. Cara yang bisa ditempuh adalah dengan memberi contoh langsung
kepada anak dan mempraktekannya. Seperti melatih anak untuk berkata jujur,
apabila anak dapat melakukannya dengan benar maka orang tua memberikan imbalan
tertentu agar anak termotivasi untuk berbuat lebih baik. Sehingga diharapkan
karakter ini menjadi bekal hidup untuk proses adaptasi terhadap lingkungan
masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Borba[3], bahwa
anak akan dapat memiliki karakter yang baik jika anak diajari dan dibimbing
sejak masih balita. Hal ini berarti bahwa pembentukan karakter merupakan
proses panjang dan lama yang
terus berlanjut hingga masa dewasa. Melalui pengalaman berinteraksi dengan
orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami
tentang
perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan
perilaku mana yang tidak baik, yang tidak boleh dikerjakan[4].
Perbaiki kualitas pengajar
Pengajar
adalah elemen penting dalam suatu pendidikan, pengajar bertugas tidak hanya
memberikan materi pelajaran kepada siswa. Lebih dari itu pengajar juga
bertanggung jawab untuk membimbing siswa agar menjadi manusia yang mempunyai karakter
Pancasila yaitu jujur, mandiri, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Kualitas guru yang
profesional akan berpengaruh terhadap proses kegiatan belajar mengajar di suatu
sekolah. Proses pembentukan karakter yang paling efektif selain di lingkungan
keluarga adalah di lingkungan sekolah.
Dukungan pemerintah
Dukungan pemerintah dapat berupa
infrastruktur yang memadai. Dari dulu sampai sekarang masalah infrastruktur
bagaikan hantu pendidikan Indonesia karena banyak sekolah yang belum menerima
bantuan untuk perbaikan akibatnya proses belajar mengajar terganggu. Berdasarkan
data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang
kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada
tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas
dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%).
Daftar Pustaka
Kemdiknas. (2010). Desain Induk pendidikan
Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Rose Mini, A.P. (2010).
Perkembangan moral sebagai dasar pendidikan karakter anak. Makalah Konfrensi
Nasional & Workshop Assosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia, Oktober,
2010.
Sartono. (2011). Pengintegrasian
Pendidikan Karakter dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Makalah
Disertasi , 6.
Semiawan, C.R. (2010). Peran pendidikan dalam pembangunan karakter
bangsa. Makalah Konfrensi Nasional & Workshop Assosiasi Psikologi
Pendidikan Indonesia, Oktober, 2010.
[1]
Sartono. 2011. Pengintegrasian
Pendidikan Karakter dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Makalah Disertasi, 6.
[3] Rose Mini, A.P. 2010. Perkembangan moral sebagai dasar pendidikan
karakter anak. Makalah Konferensi Nasional & Workshop Assosiasi Psikologi Pendidikan
Indonesia, Oktober, 2010.
[4] Semiawan, C.R. 2010. Peran
Pendidikan dalam Pembangunan Karakter Bangsa.
Makalah Konferensi Nasional & Workshop Assosiasi Pasikologi Pendidikan
Indonesia, oktober, 2010.
0 komentar:
Posting Komentar