Ketika
kita masih anak-anak selalu diajarkan untuk menaruh mimpi setinggi-tingginya. Beranjak
menuju remaja kita mulai terlena dengan pergaulan. Emosi mulai tumbuh, lantas
dunia menjadi sangat indah karena kita bisa dengan mudah meluapkan segalanya. Kita
bisa dengan mudah menghamburkan uang meski uang tersebut hasil jerih payah
orangtua. Jargon, “Masa kecil bahagia, muda foya-foya, tua kaya raya, mati
masuk surga,” menjadi angan-angan bagi setiap anak muda kala itu. Saat itu
belum ada beban yang melekat, karena sebagian kehidupan kita masih disokong oleh
orangtua.
Beranjak
dewasa, ketika masa putih abu-abu selesai, kita dihadapkan pada banyak pilihan
dan tantangan. Lantas, mulai menyadari kenyataan meskipun belum sepenuhnya. Beban
kehidupan mulai terasa dan menyadari bahwa kita harus mampu berdiri dengan kaki
kita sendiri. Berharap bisa menjalani kehidupan tanpa membebani oranglain. Melepas
sokongan dari orangtua. Ada yang mengadu nasib dengan membuka usaha, beasiswa kuliah
ataupun bekerja di suatu perusahaan. Kita berharap agar bisa menjalani
kehidupan dengan bahagia. Perlahan kita mulai menyadari bahwa usia semakin
menua, menyadari bahwa sudah bukan remaja lagi. Semua itu berlalu begitu saja.
Setelah
kita mampu secara finansial lantas mulai menjalani proses pencarian jati diri. Mulailah
proses memberikan penghargaan atas jerih payah selama ini. Melakukan hal yang
membuat kita bisa merasakan kepuasan entah itu dengan travelling, berbagi dengan komunitas sosial, mengejar daftar
capaian lainnya, mencari jodoh dan sebagainya. Usaha yang sudah kita jalani
mulai terlihat hasil. Namun, keinginan tetap belum sepenuhnya tercapai. Kita akan
terus melaju sampai semua apa yang kita inginkan tergapai. Pada tahap inilah kita
seringkali menyadari dan melihat sudah sejauh apa kita melangkah.
Naluri
manusia memang tak ada batasnya, ia selalu ingin mencapai level yang terhebat. Ukuran
kehebatan setiap orang tentu berbeda-beda. Begitulah dunia berjalan, terus maju
dan meninggalkan orang-orang yang tak punya cita-cita. Mengejar setiap
keinginan dengan berbagai usaha. Tak jarang lupa waktu dan kesehatan.
Tapi
pernahkah kamu sejenak merenung, sekedar mengevaluasi apa yang sudah dijalankan
selama ini. Me reset nilai-nilai kebajikan
apa yang ingin ditinggalkan. Jejak sejarah apa yang ingin kita peroleh selama
ini. Kontribusi apa yang sudah kita lakukan kepada sekitar? Apakah hanya
berpuas dengan diri sendiri. Ataukah hanya menjalani hidup tanpa makna.
Pernahkah
sejenak bersyukur dan turun ke jalanan hanya untuk melihat betapa beruntungnya
kita. Melihat bahwa masih banyak orang yang tertatih-tatih menggapai
keinginannya. Banyak orang usia lanjut yang masih begitu saja. Mungkin kita
akan ragu, dan bertanya dengan kondisi mereka yang tak muda lagi bisakah
menggapai keinginan masa mudanya. Tapi kita luput akan satu hal, bahwa bisa
jadi mereka bahagia dengan kehidupan yang sedang dijalani.
Lalu,
tanyakan pada dirimu, bahagiakah kamu dengan pencapaian sejauh ini? Bahagiakah kamu
dengan kerja keras selama ini? Atau semua ini hanya berlalu begitu saja.
Aku
berharap suatu hari nanti di masa tua, kita bisa bercerita kisah kebahagiaan
selama menjalani kehidupan. Bukan hal lain melainkan bahagia. Ya bahagia. Tidak
ada yang lebih berharga kecuali bahagia.
Jakarta, 22 April 2018
0 komentar:
Posting Komentar