image1 image2 image3

WELCOME TO MY PERSONAL BLOG|I LOVE TO DO CREATIVE THINGS|I'M A DREAMER

Membumikan Pestisida Hayati


Pasca revolusi hijau pertanian di Indonesia terus berbenah, berbagai teknologi lahir. Salah satunya penggunaan Trichoderma sp. sebagai pestisida hayati alternatif pengganti pestisida kimia. Efektivitasnya sudah teruji di lapangan maupun di laboratorium, namun sosialisasi yang kurang masif menjadikan teknologi ini kurang diminati petani. Menyadari pentingnya sosialisasi pestisida hayati, lima mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman menggagas gerakan pacul project sebagai salah satu kampanye penggunaan pestisida hayati.

Pacul project merupakan akronim dari Plant Cultivation for Sustainable Agriculture project. Pertanian berkelanjutan menjadi fokusnya. Melalui sosial media facebook pacul project terus mengkampanyekan pentingnya pertanian berkelanjutan. Selain itu, pacul project juga menggelar acara pendampingan kepada petani melalui demplot, pelatihan dan sosialiasi pembuatan pestisida hayati kepada petani sebagai wadah pengabdian masyarakat mahasiswa. Dengan mengabdi kepada masyarakat, mahasiswa dapat menerapkan, dan membagikan pengetahuan yang didapat selama di kampus.

Terik panas tidak menghalangi warga desa Gandatapa, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas untuk mengikuti kegiatan sosialisasi dan pelatihan pembuatan pestisida hayati. Jam dinding menunjukkan pukul 14.00 WIB (18/5), petani, perangkat desa, aparat kepolisian beserta TNI sudah memenuhi balai desa setempat. Raut wajah penuh semangat tim pacul project disambut antusias oleh peserta yang mengikuti kegiatan tersebut. “Kalau bisa kita pengen minta  waktu bapak untuk mengadakan sesi konsultasi. Jangan hanya untuk tanaman hortikultura saja tapi bisa juga tanaman perkebunan,” ujar Widodo salah satu petani desa Gandatapa saat sesi diskusi bersama Guru Besar Fakultas Pertanian Unsoed, Prof. Ir. Loekas Soesanto, MS. Ph.D.

Dengan cekatan tim pacul project menyiapkan alat dan bahan untuk demo pembuatan pestisida hayati. Awalnya jagung pecah ditimbang 25 gram kemudian direbus dalam panci penanak nasi selama 45 menit. Setelah dingin bibit jamur Trichoderma sp. ditanam sebagai indukan. Satu bulan kemudian pestisida hayati siap digunakan. Cara pengaplikasiannya dengan menempatkan pestisida hayati pada lubang tanam, dalam satu bungkus plastik berisi 25 gram bisa digunakan untuk 4 lubang tanam. “Biayanya sangat murah,” ujar Lusi Yulandari,anggota pacul project. Menurutnya penggunaan Trichoderma sp. dapat mengurangi penyakit layu fusarium,salah satu penyakit penting pada tanaman hortikultura.

Gilang Vaza benatar, anggota tim pacul project mengakui masih ada keterbatasan dalam menjalankan project ini,” Karena keterbatasan dana, sementara ini keberlanjutannya lebih ke pendampingan dan kampanye program,” katanya, Ia berharap program ini bisa diterapkan di berbagai daerah.

Bahaya Pestisida Kimia

Dalam acara pelatihan dan sosialisasi pembuatan pestisida hayati diadakan sesi diskusi sebagai pendahuluan mengulas potensi pestisida hayati, Menurut Prof. Ir. Loekas Soesanto, MS. Ph.D. produk pertanian Indonesia kurang aman karena banyak menggunakan pestisida kimia,” Jika diperiksa di tubuh petani yang sering menggunakan pestisida diduga ada kandungan residu kimianya,” ujar Loekas Soesanto (18/5). Penggunaan pestisida kimia juga dapat merusak lahan sehingga dapat menurunkan produksi tanaman. Rusaknya lahan menjadi permasalahan utama produksi pertanian harus diperbaiki jika ingin lahan tetap produktif. “Dengan menerapkan pestisida hayati kita berupaya mengembalikan keseimbangan ekosistem. Dengan ekosistem seimbang tanaman bisa tumbuh baik lagi,” ujar Lusi Yulandari.


Kualitas produk pertanian Indonesia yang menurun akibat penggunaan pestisida kimia yang berlebihan menjadikan daya saing produk pertanian Indonesia rendah, “Melalui program ini (pacul project) bisa menyediakan informasi dan solusi buat pemerintah untuk memperkuat sektor pertanian dalam menghadapi era pasar bebas,” ujar Gilang Vaza Benatar (22/5). Penggunaan pestisida hayati dapat menghemat biaya produksi sehingga keuntungan yang didapatkan petani meningkat, “Mengurangi penggunaan pestisida kimia, dengan menggunakan organisme alami lebih murah juga,” tambah Loekas Soesanto. Ketua Gapoktan desa Gandatapa, Giyanto mengharapkan gerakan ini tetap berlanjut, “Saya harapkan program ini bisa berkelanjutan,” pungkasnya.

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar